Medan (suarsair.com)
Pengadilan Negeri (PN) Medan kembali menggelar sidang perkara dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite yang melibatkan empat terdakwa, Jumat (23/5/2025).
Dalam persidangan yang berlangsung di ruang Cakra 3, terdakwa Muhammad Agustian Lubis selaku supervisor SPBU 14.201.135 mengakui bahwa SPBU tempatnya bekerja menjual BBM oplosan untuk menyelamatkan usaha yang hampir bangkrut.
“Keuntungannya per liter seribu rupiah, Yang Mulia,” kata Agustian saat menjawab pertanyaan hakim anggota Vera Yetti Magdalena.
Agustian mengaku mengetahui bahwa BBM yang dijual merupakan oplosan, namun berdalih bahwa campuran dilakukan dengan penambahan zat beroktan agar tidak berdampak pada kendaraan konsumen.
“Setahu saya tidak ada dampaknya ke kendaraan. Campurannya disesuaikan dulu sebelum dijual,” ujarnya.
Dalam keterangannya, Agustian menyebut bahwa ide pemesanan 8.000 liter BBM dari pihak ISOM (DPS) ia sampaikan kepada Direktur SPBU, Vera Agustina, karena keterbatasan modal operasional.
“Kondisi SPBU sudah mau pailit. Dana diambil dari hasil penjualan juga. Kami lakukan itu untuk menyelamatkan perusahaan,” lanjutnya.
Namun, hingga sidang berjalan, majelis hakim belum menyinggung atau mendalami lebih lanjut peran Vera Agustina, meski namanya disebut-sebut menerima keuntungan dari praktik tersebut.
Sementara itu, terdakwa Untung, sopir tangki pengangkut BBM, mengaku menerima upah Rp250 ribu untuk setiap kali pengantaran BBM oplosan ke SPBU.
“Mulai bulan Juli 2024. Kadang seminggu tiga kali, kadang kosong,” ujarnya.
Sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Frans Effendi Manurung itu ditunda dan akan dilanjutkan pada Rabu (28/5/2025) dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum.
Empat terdakwa dalam perkara ini yakni Sahlan Suryanta Siregar (manajer), Muhammad Agustian Lubis (supervisor), Yudhi Timsah Pratama (kernet), dan Untung (sopir).
Keempatnya dijerat Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana diubah dengan Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.(*)