Medan (suarsair.com)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan mengungkap bahwa Direktur SPBU 14.201.135, Vera Agustina, turut menikmati keuntungan dari praktik ilegal penjualan BBM bersubsidi jenis Pertalite yang dioplos.
Hal itu disampaikan oleh JPU Sofyan Agung Maulana saat membacakan surat dakwaan terhadap dua terdakwa, yakni Sahlan Suryanta Siregar (34) selaku manajer dan Muhammad Agustian Lubis (34) selaku supervisor SPBU yang berlokasi di Jalan Flamboyan Raya No. 09, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan.
“Keuntungan dari penjualan BBM oplosan ini mencapai Rp80 juta hingga Rp90 juta per bulan, dan dibagi kepada Vera Agustina selaku direktur, kedua terdakwa, serta dua orang lainnya, Suadi dan Yusuf Ibnu Azis,” ujar JPU Sofyan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (21/5/2025).
Menurut jaksa, kasus ini bermula pada Rabu (5/3), ketika kedua terdakwa memesan 8.000 liter Pertalite dari seseorang bernama Isom yang saat ini berstatus Daftar Pencarian Saksi (DPS) di luar jalur resmi PT Pertamina.
BBM tersebut dikirim menggunakan truk tangki Mitsubishi Fuso BK 8049 WO yang dikemudikan oleh terdakwa Untung dan Yudhi Timsah Pratama (berkas perkara terpisah).
Setibanya di SPBU, mereka membongkar BBM ke dalam tangki pendam dengan bantuan Agustian yang memeriksa isi tangki secara manual.
Namun saat proses pembongkaran berlangsung, petugas dari Polrestabes Medan tiba di lokasi dan meminta dokumen resmi pengiriman. Karena tak mampu menunjukkan dokumen dari Pertamina, para terdakwa mengaku bahwa BBM tersebut merupakan hasil oplosan.
Dalam dakwaannya, jaksa menjelaskan bahwa prosedur resmi pembelian BBM dari Pertamina mengharuskan SPBU mengirim data stok sebelum pukul 14.00 WIB, lalu melakukan pembayaran ke Bank BNI berdasarkan volume dan kode pemesanan resmi.
BBM kemudian dikirim oleh tangki resmi Pertamina disertai dokumen Delivery Order (DO) dengan pengawasan ketat saat pembongkaran.
Namun, karena alasan kekurangan modal dari pihak direksi, para terdakwa memilih jalur ilegal dengan membeli Pertalite dari Isom seharga Rp9.000–Rp9.200 per liter, di bawah harga resmi Rp10.000 per liter.
Praktik ilegal ini telah dilakukan lebih dari 30 kali dan menghasilkan keuntungan besar.
Akibat perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah oleh Pasal 40 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)